Sepak Bola Gak Akan Maju Selama Masih Ada yang Nonton

Innalillahiwainnailaihirojiun

Malang 1 Oktober 2022

153 orang meninggal dunia, dalam kericuhan di Stadion Kanjuruhan itu pun bisa dikatakan menjadi tragedy sepakbla paling mematikan kedua di dunia.

Seperti yang diketahui, laga Arema vs Persebaya berakhir ricuh di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu 1 Oktober 2022 malam WIB. Hal itu bermula dari para suporter yang masuk ke lapangan karena kecewa Arema kalah 2-3 dari Persebaya. 

Sumber okezone.com

Sepakbola adalah olahraga rakyat tak butuh biaya mahal untuk memainkannya,

Menonton-nya juga alternatif hiburan disaat menghadapi kesulitan hidup yang mencekik seperti sekarang ini. transportasi, bahan pokok, dll naik dengan signifikan imbas kebijakan pemerintah menaikan harga BBM.

Tapi sepakbola bukan lagi olahraga dan hiburan ketika harus mengorbankan nyawa demi fanatisme semata.

Ketika sepakbola disematkan bersama fanatisme kecintaan buta akan tanah air, lambang, daerah, suku dan ras maka energi kecintaan ini tidak terarah dan justru akan merusak

Manusia rela melanggar aturan, merusak fasilitas umum bahkan saling membunuh demi katanya kecintaan kepada tim bola kebanggaan

Memang sepakbola tanpa kebanggaan ibarat sayur tanpa garam apalagi melihat kualitas permainan dan prestasi persepakbolaan kita tentu jauh dari istilah menghibur

Kenapa sih sepakbola harus dibranding dengan fanatisme jawabanya supaya mengundang interest masa.   

Dimana banyak masa maka disitu ada peluang bisnis ataupun untuk mendongkrak kepentingan politik praktis Inilah pola berpikir pragmatis demokrasi kapitalis. 

Rp 400M jumlah yang harus dibayarkan stasiun tv kepada operator liga. Tentu jumlah ini lebih sedikit dari nilai yang didapat stasiun tv dari pemasukan sponsor dll.

Sepakbola dipandang salah satu alat untuk mendulang masa sehingga harus dikemas dengan sedemikian rupa agar orang semakin banyak merogoh kocek demi merasa sedikit terhibur dengan kemenangan akan tim kebanggaan meski besok kesulitan untuk makan 

Para Kapitalis? Ahh.. mereka tak peduli banyaknya nyawa yang menjadi korban asal mendapatkan cuan

Para Politisi? Ahh.. mereka tak peduli prestasi yang penting bisa mengamankan kursi

Fanatisme buta, nasionalisme, materialisme dan isme-isme yang lain. Mari kita uraikan ikatan - ikatan yang membelenggu itu 

Memang cinta dan benci adalah fitrah manusia. 

Agar tidak buta maka cinta dan benci itu harus punya dasar karena Allah SWT 

Ketika mendasari rasa cinta dan benci karena Allah semata, maka kita akan menghindarkan diri dari perbuatan sia - sia tak berguna.

Maka dari itu perasaan dan pemikiran umat harus diikat dengan ikatan yang kokoh yakni aqidah Islam.

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

“Mencintai karena Allah, membenci karena Allah, loyal karena Allah, memusuhi karena Allah, maka dengannya seseorang itu menjadi wali Allah. Dan tidaklah seorang hamba merasakan manisnya iman, meskipun dia banyak shalat dan berpuasa, sampai dia bisa seperti itu. Dan sungguh persaudaraan sebagian besar manusia dibangun di atas urusan dunia. Padahal yang demikian itu tidaklah memberikan manfaat kepada pemiliknya sedikit pun.”

Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 125. Lihat Al-Wala’ wal Bara’ fil Islam, hal. 32-33

Share:

Cita-Citaku Setinggi Tanah

Negeri Ini pernah dipimpin Nasionalis sejati, Seorang Jendral bintang 4, Technokrat, Emak – Emak, Kyai, Hingga Tukang Mebel. 


Cita – cita kita dari dulu tak pernah berubah sejak zaman kemerdekaan. 

Yakni mewujudkan nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasila yang nyatanya belum pernah terwujud hingga saat ini. 


Sebagai bangsa pembelajar kita harus ber-muhasahabah dengan segala peristiwa yang terjadi. 


Rezim silih berganti tapi Impian tak sesuai dengan kenyataan, bisakah kita berharap baldatun toyyibatun warobbun ghofur dengan sistem saat ini. 


Yang nyata – nyata me-nafikkan Ayat – ayat Sang Illahi


Demokrasi hanya menghasilkan kesepakatan – kesepakatan kolektif jahat, sehingga rusaklah tatanan kehidupan ber-masyarakat. 


Negeri ini tak butuh sekedar Reformasi mengganti petugas partai yang satu dengan yang lain. 


Tapi harus memberanikan diri dengan langkah Revolusioner mengenyahkan Demokrasi atau Nilai – nilai yang selama ini kita yakini sebagai kebenaran yang hakiki. 


Demokrasi sekuler yang kita agungkan nyata-nya memisahkan agama dari kehidupan. 


Emang kita hidup didunia ini berharap apa kalau bukan keberkahan, ketenangan dan kenyamanan


Islam datang dari yang Maha Mengetahui,

Islam adalah solusi dari setiap Problematika,

Islam mengatur segala hal termasuk tata cara bernegara. 


Maka kalau bukan menerapkan Syari’at Islam dalam naungan Khilafah mau pakai apa lagi?


Ibnu Sholeh 1924


Share: